Senin, 07 Mei 2012

Chairil Anwar


Chairil Anwar Berguru Nyolong Pada Muh Yamin
Perihal colong-menyolong buku, ada dua orang yang jadi rajanya. Pertama adalah Chairil Anwar. Kedua Muhammad Yamin. Haus akan bacaan, Chairil tak pernah ragu mencuri buku milik siapa saja. Yang jadi langganannya adalah sebuah toko milik orang Belanda. Siasatnya sungguh jitu: ia memacari salah seorang penjaga toko tersebut, sehingga pengawasan tak terlalu ketat. Kadang ia merobek diam-diam halaman-halaman buku dari toko tersebut, atau buku milik kawannya.
Muhammad Yamin pun punya kebiasaan serupa. Ia tak pernah melewatkan sedikit pun kesempatan untuk menilep buku milik siapa saja.
Suatu hari "raja" yang bernama Chairil Anwar mengundang "raja" yang lain, Muhammad Yamin, datang ke rumahnya. Dia letakkan sebuah buku di atas meja dan ia pura-pura tidak tahu apa yang bakal dilakukan oleh Yamin. Tentu saja Yamin tidak menyia-nyiakan sebuah buku tergeletak begitu saja di atas meja.
"Chairil bukannya tidak tahu bukunya dicolong Yamin," kata Nursjamsu, salah seorang penulis kawan dekat Chairil, sebagaimana dikutip majalah Sarinah, Mei 1986. "Dia pernah bilang sama saya bahwa dia ingin tahu bagaimana caranya Yamin nyolong buku."
Karena itu tak apalah mengorbankan sebuah buku demi menimba ilmu.
--------------------------------------------------------------------------------
Sumber: majalah Sarinah, Mei 1986. Akubaca memperoleh kliping artikelnya di Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin, Kompleks Taman Ismail Marzuki (TIM), Jalan Cikini, Jakarta.



Chairil Anwar Latihan Angkat Besi
Chairil Anwar berang ketika muncul tulisan HB Jassin di Mimbar Indonesia berjudul Karya Asli, Saduran, dan Plagiat. Pada saat itu memang sedang ramai orang memasalahkan Krawang-Bekasi, puisi Chairil yang memiliki banyak kesamaan dengan sajak The Dead Young Soldiers karya Archibald MacLeash; juga sajak Datang Dara Hilang Dara yang merupakan terjemahan dari sajak penyair Cina Hsu Chih-Mo, dan Chairil mencantumkan namanya sendiri sebagai penulisnya.
Jassin begitu gigih membela Chairil, juga dalam tulisan yang dimuat Mimbar Indonesia itu. Kendati demikian, si Binatang Jalang justru merasa bahwa Jassin tengah menyindirnya. Suatu malam di tahun 1949 ia datang ke pementasan sandiwara Api karya Usmar Ismail, yang disutradarai oleh Usmar Ismail sendiri. Jassin ikut main sebagai seorang mantri yang bekerja pada seorang apoteker --diperankan oleh Rosihan Anwar-- yang ingin menghancurkan musuh dengan alat peledak temuannya. Dalam cerita itu, Jassin tahu segala hal yang akan dilakukan oleh si apoteker. Ia begitu menghayati perannya sebagai orang yang tertekan mengetahui sebuah rahasia.
Kemudian muncullah si kurus Chairil Anwar dengan mata merah dan gaya yang urakan. Ia lalu lalang di muka Jassin.
"Hmmh!" Chairil mencibir. "Bisamu cuma menyindir, tak ada yang lain."
"Aku bisa yang lain!" teriak Jassin.
Maka Jassin yang malam itu terlanjur menghayati tokoh yang tertekan menjadi panas oleh cibiran Chairil. Ditumbuknya si kurus hingga terpelanting Orang-orang berkerumun. "Ada apa?" tanya Usmar Ismail. "Jassin memukul Chairil," teriak yang lain. Keduanya dilerai, dan Chairil dibawa keluar. Beberapa kawan sesama seniman menyalahkan Jassin kok tega-teganya memukul Chairil.
Layar diangkat.
Di bangku penonton, di deretan paling depan, duduk Chairil Anwar. Jassin semula tidak menyadari kehadiran Chairil di bangku depan itu, sampai kemudian ia melihat Chairil menuding-nudingnya selama sandiwara berlangsung.
Beberapa hari setelah itu terdengar kabar bahwa Chairil Anwar rajin berkunjung ke Taman Siswa tempat Affandi melukis. Rupanya si kurus itu latihan angkat besi di sana. "Aku mau pukul si Jassin," katanya. Dan suatu sore, Chairil benar-benar datang ke rumah Jassin. Jassin mengamati tamunya: tidak ada perubahan, tubuhnya tetap rangka dan matanya berwarna merah. Tapi ia tetap berjaga-jaga terhadap segala kemungkinan.
"Jassin, aku lapar," kata Chairil. Seperti biasa.
Sindiran atau sinisme yang meluncur dari mulut atau kalimat seseorang seringkali menunjukkan tingkat kecerdasan dan kemahiran seseorang mengolah kata. Saling sindir di antara para penulis, juga negarawan, pada zaman dahulu selalu memunculkan kalimat-kalimat yang tajam dan cerdas. Oscar Wilde (1854-1900) adalah salah seorang penulis yang dikenal memiliki sinisme yang tajam terhadap seseorang dan karya-karyanya. Berikut adalah beberapa ucapannya:
"Ada dua cara membenci puisi. Cara pertama, bencilah puisi itu sendiri. Cara kedua, bacalah Alexander Pope."
"Bernard Shaw seorang yang sangat eksentrik. Ia sama sekali tidak punya musuh, dan tak ada seorang teman pun yang menyukainya."
"Aturan pertama bagi seorang yang belajar menulis naskah teater: jangan menulis seperti Henry Arthur Jones.... Aturan kedua dan ketiga sama bunyinya."
"Setiap orang besar, dari setiap masa, memiliki banyak pengikut, dan selalu muncul Yudas di antara mereka yang menyusun biografi." (Komentar terhadap biografi tentang dirinya yang ditulis oleh Frank Harris.)
"Seseorang harus memiliki hati sekeras batu untuk membaca kematian si mungil Nell tanpa meledakkan gelak tawa." (Komentar tentang Old Curiosity Shop, karya Charles Dickens.)
"Henry James menulis fiksi seolah-olah itu sebuah tugas yang sangat menyiksa baginya."
"George Moore menulis sangat bagus dalam bahasa Inggris -- jika ia menemukan grammar."
"Tuhan memberkati Max dengan usia tua sepanjang hayatnya." (Komentar untuk Max Beerbohm)
"Di bawah nisan ini berbaring William Hazlitt
tanpa rasa terima kasih kepada segala yang telah diberikan oleh Tuhan dan manusia
Ia hidup sebagai seseorang yang tidak pernah berfikir
tentang kematian
Ia mati sebagai seseorang yang dengan gagah berani dan tanpa harapan menjalani kehidupan."
- Samuel Taylor Coleridge (1772-1834),
menulis semacam epitaf untuk membalas apa yang ditulis oleh esais William Hazlitt
"Hanya karena kemurahan Tuhan maka Carlyle dipertemukan dengan Mrs Carlyle sehingga hanya ada dua orang --dan bukan empat-- yang hidupnya menderita."
- Samuel Butler (1835-1909), ditujukan kepada Thomas Carlyle.
Sumber: The Bumper Book of Insults!, susunan Nancy McPhee, Chancellor Press, 1996

Tidak ada komentar:

Posting Komentar